Permatahatiku ke-4 Muhammad el Birri
Tanggal 4 Juli 2004, di musim panas yang cukup sejuk karena tepatnya pukul 03.00 dini hari, permata hatiku ke-4 lahir melalui operasi Caesar. Tanda-tanda kelahiran putra ke-4 ini baru dirasakan oleh istriku pada pukul 13.00 malam dan aku langsung menelpon dr. Asma yang mengontrol kehamilan selama ini. Kami diminta langsung ke rumah sakit, katanya untuk diproses kelahiran secepatnya.
Tanpa menunggu apa-apa kami langsung ke rumah sakit, meninggalkan putra-putri kami yang masih kecil, Mushilatunirrama (10 tahun), Rahmat (8 tahun) dan Abdurrahman (6 tahun), kebetulan mereka sedang tertidur pulas, mungkin karena kecapean sorenya kami diundang oleh atasanku makan malam di restoran terapung di sungai Nil "el Basha" dalam rangka perpisahan salah seorang staf di kantorku.
Proses kelahiran secara Caesar berjalan lancar, pada pukul 03.30 perawat rumah sakit dengan senyam-senyum memanggilku ke ruangan disana anakku sudah terbaring dan bilang "ta'ala ibnak shibyan helwa, syuf" (kesinilah anakmu laki-laki, cakap). Aku bersyukur kepada Allah, menerima anak ke-4 dan aku bahagia, lalu ku gendong dan aku azankan saat itu juga, aku gendong ke luar ruangan dan aku bilang kepadanya "nak, ini baba sayang, baba sayang padamu nak, baba medo'akanmu agar menjadi orang yang berguna bagi agama nusa dan bangsa nak. Di rumah ada kakak ila, abang rahmat dan abang Abdurrahman". Komunikasi ini pertama kali bagiku dengannya permatahatiku yang ke-4, aku berkomunikasi dengannya dari lubuk hati yang dalam. Aku yakin dia mendengar dan kulihat mulut bergerak. Setidaknya bagiku itu respon positif dari bayiku, dia senang sudah ketemu langsung denganku, dan merasakan kenyamanan berada dalam gendonganku. Inilah yang pertama kali aku berkomunikasi face to face dengan putra ku yang keempat. Memang dari anak pertama aku berusaha bahwa aku orang yang pertama kali menggendongnya dan aku yang pertama kali memperhatikannya.
Sementara itu, istriku yang sudah dibereskan oleh perawat di bawa dari ruangan operasi ke kamar istirahat, masih terkulai lemas karena pengaruh bius. Tak lama kemudian istriku mulai sadar dan memanggilku, lalu aku balas dan aku usap kepalanya, kukatakan kepada terima kasih saying atas kesabarannya, istriku nanya mana anak kita da, aku gendong dank u letakkan disampingnya. Aku bilang anak kita laki-laki ganteng, ku perlihatkan kepadanya, dipandanginya, terlihat bagiku perasaannya melihat bayi kami.
Setelah shalat subuh dan menjelang terbit matahari, istri ku sudah sadar dan sudah bisa diajak komunikasi. Aku teringat anak-anakku, ila, rahmat dan Abdurrahman, di rumah, mungkin sudah bangun, gimana kalau mereka sadar aku dan mamanya tidak ada dirumah dan hal ini tak pernah mereka alami. rraaddcc

0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home